Ki Ageng Getas Pendowo anak dari Raden Bondan Kejawan/Aria Lembu Peteng putra Bhre Kertabhumi Raja Majapahit ke V. Kalaulah Kerajaan Majapahit runtuh setelah raja yang ke VI, boleh jadi Raden Bondan Kejawan adalah Raja Majapahit Ke VI alias Girindrawardhana yang memerintah tahun 1478-1498.
Ki Ageng Getas Pendowo memiliki 6 putera, Ki Ageng Selo, Nyai Ageng Pakis, Nyai Ageng Purno, Nyai Ageng Wanglu, Nyai Ageng Bokong, dan Nyai Ageng Adibaya. Keturunan Ki Ageng Selo, dari 7 hanya satu yang laki-laki yaitu Ki Ageng Ngenis yang kemudian berputera Ki Ageng Pemanahan yang selanjutnya melahirkan Sutowijoyo.
Ki Ageng Getas Pendowo mempunyai saudara : Ki Ageng Wonosobo dan Nyai Ageng Ngerang (Siti Rochmah/Dewi Roro Kasihan).
Menurut cerita Babad Tanah Jawi (Meinama, 1905; Al-thoff, 1941), Prabu Brawijaya terakhir beristri putri Wandan kuning dan berputra Bondan Kejawan/Ki Ageng Lembu Peteng yang diangkat sebagai murid Ki Ageng Tarub. Ia dikimpoikan dengan putri Ki Ageng Tarub yang bernama Dewi Nawangsih, dari ibu Bidadari Dewi Nawang Wulan. Dari perkimpoian Lembu Peteng dengan Nawangsih, lahir lah Ki Getas Pendowo (makamnya di Kuripan, Purwodadi). Ki Ageng Getas Pandowo berputra tujuh dan yang paling sulung Ki Ageng Selo.
Ki Ageng gemar bertapa di hutan, gua, dan gunung sambil bertani menggarap sawah. Dia tidak mementingkan harta dunia. Hasil sawahnya dibagi-bagikan kepada tetangganya yang membutuhkan agar hidup berkecukupan. Salah satu muridnya tercintanya adalah Mas Karebet/Joko Tingkir yang kemudian jadi Sultan Pajang Hadiwijaya, menggantikan dinasti Demak.
Putra Ki Ageng Selo semua tujuh orang, salah satunya Kyai Ageng Enis yang berputra Kyai Ageng Pamanahan. Ki Pemanahan beristri putri sulung Kyai Ageng Saba, dan melahirkan Mas Ngabehi Loring Pasar atau Sutawijaya. Melalui perhelatan politik Jawa kala itu akhirnya Sutawijaya mampu mendirikan kerajaan Mataram menggantikan Pajang.
Beliau adalah keturunan R.Bondan Kejawan ( Lembu Peteng ) dengan Rr. Nawangsih.
Letaknya di sebelah timur Kelurahan Kuripan Kecamatan Purwodadi ( Jln. A. yani Purwodadi lebih kurang 1 Km ) disadur dari buku Babad Tanah Kendal, karya Ahmad Hamam Rochani.
Suatu hari, Sang Prabu Brawijaya bersemedi memohon pada yang Mahakuasa. Hasil semedinya cocok dengan pelaporan para ahli nujum kerajaan. Majapahit yang agung dan termasyhur akan segera beralih tempat. Namun pemegang kekuasaan tetap berada di tangan keturunan sang prabu. Rajanya akan ditaati seluruh rakyat Jawa Dwipa bahkan nusantara.
Sang prabu lalu jatuh sakit. Mendapat wisik, penyakit akan sembuh bila Sang Prabu mau mengawini seorang puteri berambut keriting dan kulit kehitam-hitaman, Puteri Wandan Tetapi setelah Puteri Wandan mengandung, Sang Prabu terusik lagi oleh pelaporan para nujum kerajaan, bahwa sang bayi kelak akan membawa bencana. Ya, inilah awal kehancuran Majapahit. Tak pelak sang bayi diserahkan kepada seorang petani, dan jauh dari pusat kerajaan. Bayi itu adalah Bondan Kejawan, yang kemudian menurunkan Ki Getas Pendowo – Ki Ageng Selo – Ki Ageng Henis – Sunan Laweyan. Dari lelaki desa yang lugu tapi penuh sasmita itu, lahir sang Pemanahan, dan berdirilah Mataram.
Ditulis oleh: Taufiq Yusuf